Senin, 28 Januari 2008

SEJARAH PAROKI SANTA MARIA BIAK

Sebenarnya, menurut Buku Permandian Paroki di ujung utara Keuskupan Timika itu, hampir 74 tahun lalu sudah dipermandikan seorang anak kecil di Biak, tepatnya pada tanggal 26 November 1932. Namun tanggal itu tidak diambil sebagai hari lahirnya paroki Biak. Mengapa demikian?

Pemerintah Kolonial Belanda di masa lalu sangat memihak pada Gereja Protestan. Sampai kurang lebih. tahun 1850 orang-orang katolik di Belanda tidak bisa menjadi pegawai negeri dan bahkan sampai sekarang ini pun seorang Ratu atau Raja Belanda harus beragama Protestan.

Pada tanggal 5 Februari 1855 Ottow dan Geisler mendarat di pulau Mansinam (Manokwari) dan membawa Injil ke Tanah Papua. Empatpuluh tahun kemudian, pada tanggal 22 Mei 1894, misionaris katolik yang pertama, P. Le Cock d’Armandville, SJ mendarat di Fak-Fak dan mulai berkarya sebagai pewarta Injil. Pulau Adori di sebelah utara pulau Biak menerima Injil untuk pertama kalinya pada tanggal 28 April 1908.

Walaupun Fak-Fak cukup jauh dari Manokwari, kehadiran misionaris Katolik di Tanah Papua rupanya dikhawatirkan sebagai suatu ancaman maka Pemerintah Belanda atas desakan Gereja Protestan mengambil suatu tindakan yang diskriminatif, katanya demi keamanan. Pada tanggal 12 Januari 1912 ditetapkan suatu garis pemisah antara katolik dan protestan mulai dari Kaimana sampai kaki gunung Pegunungan Bintang (4 derajat bujur Timur, 30’ lintang selatan). Gereja Katolik tidak diizinkan untuk berkarya di bagian utara garis pemisah tersebut, dengan demikian dengan Gereja Katolik hanya berkarya di bagian selatan dari garis pemisah, yang medanya jauh lebih sulit. Akibat dari pemisahan tersebut, sampai sekarang hampir seluruh penduduk Papua di bagian utara Papua menjadi Protestan.

Pada tahun 1920-1930-an beberapa keluarga katolik dari luar Papua berimigrasi ke daerah bagian utara Papua. Ada beberapa di Manokwari, di Bosnik/Biak, di Serui, di Jayapura dan Sentani. Keberadaan mereka jarang dikunjungi oleh Pastor Paroki Ternate atau Ambon. Pada kesempatan kunjungan itu sekaligus dipermandikan anak-anak mereka dan permandian itu dicatat dalam buku permandian Paroki Ternate atau Ambon. Pada tahun 1932 dan 1934, di Biak telah dipermandikan dua anak, meskipun belum ada suatu persekutuan atau paroki. Setelah sekian tahun kemudian nama anak-anak yang telah dipermandikan tersebut disalin dari buku permandian Ternate/Ambon dan dicatat dalam buku permandian di Biak, Serui, Sentani dan sebagainya.

Menurut Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia maka mulai tahun 1946 tiap tahun diadakan permandian sampai sekarang ini. Oleh karena setelah Perang Dunia ke-II Pulau Biak menjadi basis Angkatan Laut dan Angkatan Udara maka banyak tentara katolik yang datang dan berdomisili di Biak. Mereka dilayani oleh seorang pastor militer. Jumlah umat katolik kemudian makin berkembang, dan sejak tahun 1952 Paroki Biak mendapat seorang pastor reguler. Pastor yang pertama namanya Pater Claudius van de Westelaken, OFM. (Berdasarkan tulisan Pastor Frans Lieshout, OFM, Mantan Pastor Paroki Santa Maria Biak yang ke-15)

Tidak ada komentar: